
Perilaku Antikorupsi Harus Menjadi Budaya Kelembagaan
Kab-jepara.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkomitmen merawat budaya antikorupsi dalam kerja-kerja kelembagaan. Sebagai penyelenggara pemilu dengan kewenangan besar KPU menyadari adanya celah terjadinya praktik korupsi. Karena itu, peleburan nilai-nilai antikorupsi dalam kerja kelembagaan dinilai sebagai langkah strategis mencegah terjadinya praktik tersebut.
Hal ini menjadi inti pembahasan dalam kegiatan sosialisasi antikorupsi dan pengendalian gratifikasi yang diselenggarakan KPU RI pada Selasa (8/9/2025). Acara berlangsung secara luring di Kantor KPU RI, Jakarta, serta diikuti secara daring oleh KPU provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia. Dari KPU Kabupaten Jepara, hadir Ketua Ris Andy Kusuma bersama tiga komisioner lainnya yakni Muhammadun, Siti Nurwakhidatun, dan Siti Suryani serta Sekretaris Yuyun Sri Agung P dan jajaran sekretariat.
Kegiatan dibuka Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin. Hadir juga Sekretaris Jenderal KPU Bernard Dermawan Sutrisno. Afifuddin menyampaikan bahwa KPU memiliki kewenangan besar dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang sekaligus membuka peluang terjadinya tindak korupsi. “Kekuasaan dan kewenangan membuka celah terjadinya korupsi,” ujar Afifuddin.
Afifuddin meminta seluruh jajaran KPU di Indonesia menciptakan budaya antikorupsi dalam setiap kinerja kelembagaan. Ia juga menekankan pentingnya kepekaan dalam membedakan tindakan yang sesuai dan tidak sesuai dengan nilai antikorupsi. “Seluruh jajaran KPU wajib memahami apa saja yang boleh dan tidak boleh saat sedang memiliki jabatan strategis,” tandasnya.
Menurut Afifuddin, KPU terus melakukan langkah preventif untuk mencegah tindak korupsi, salah satunya melalui penerapan sistem informasi dan teknologi yang membatasi ruang penyalahgunaan wewenang. Ia menambahkan, korupsi membawa dampak destruktif bagi negara sehingga membutuhkan langkah pencegahan dan penanggulangan yang tepat.
Sejalan dengan itu, Anggota KPU RI Divisi Hukum dan Pengawasan Iffa Rosita menyampaikan bahwa mewujudkan budaya antikorupsi menjadi perhatian utama di lingkungan KPU. “Menciptakan budaya antikorupsi merupakan komitmen yang terus dijaga, salah satunya melalui sosialisasi ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, KPU tengah menyusun Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk memetakan risiko korupsi. Selain itu di luar masa tahapan Iffa mengatakan bahwa KPU berfokus pada pengembangan kompetensi kinerja jajarannya. “Sosialisasi ini juga menjadi bentuk peningkatan kinerja kelembagaan guna memperkuat kepercayaan publik,” kata Iffa.
Integritas Menjadi Hulu
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana yang menjadi narasumber dalam kegiatan itu menjelaskan bahwa tantangan korupsi di Indonesia dapat diatasi melalui etika dan integritas. “Membangun sumber daya manusia yang berintegritas menjadi kunci untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang bebas dari praktik korupsi,” terang Wawan.
Ia menyebut, berbagai indikator menunjukkan integritas nasional masih rentan, sementara korupsi tetap menjadi ancaman serius bagi tata kelola pemerintahan. “Indeks Integritas Nasional 2024 yang dirilis KPK hanya berada pada angka 71,53 dari 100, menandakan integritas lembaga belum sepenuhnya kuat,” ungkapnya.
Meski demikian, Wawan mengungkapkan bahwa KPU mencatat nilai lebih tinggi yakni 74,4, dibanding rata-rata nasional. Ia juga memaparkan nilai-nilai antikorupsi serta berbagai perilaku yang termasuk dalam kategori korupsi. Menurutnya, budaya antikorupsi hanya dapat tumbuh dari kinerja yang berintegritas, terutama jika diteladani oleh para pemimpin lembaga, sehingga dapat berdampak hingga ke jajaran paling bawah. (kpujepara)
Kab-jepara.kpu.go.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) berkomitmen merawat budaya antikorupsi dalam kerja-kerja kelembagaan. Sebagai penyelenggara pemilu dengan kewenangan besar KPU menyadari adanya celah terjadinya praktik korupsi. Karena itu, peleburan nilai-nilai antikorupsi dalam kerja kelembagaan dinilai sebagai langkah strategis mencegah terjadinya praktik tersebut.
Hal ini menjadi inti pembahasan dalam kegiatan sosialisasi antikorupsi dan pengendalian gratifikasi yang diselenggarakan KPU RI pada Selasa (8/9/2025). Acara berlangsung secara luring di Kantor KPU RI, Jakarta, serta diikuti secara daring oleh KPU provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia. Dari KPU Kabupaten Jepara, hadir Ketua Ris Andy Kusuma bersama tiga komisioner lainnya yakni Muhammadun, Siti Nurwakhidatun, dan Siti Suryani serta Sekretaris Yuyun Sri Agung P dan jajaran sekretariat.
Kegiatan dibuka Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin. Hadir juga Sekretaris Jenderal KPU Bernard Dermawan Sutrisno. Afifuddin menyampaikan bahwa KPU memiliki kewenangan besar dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang sekaligus membuka peluang terjadinya tindak korupsi. “Kekuasaan dan kewenangan membuka celah terjadinya korupsi,” ujar Afifuddin.
Afifuddin meminta seluruh jajaran KPU di Indonesia menciptakan budaya antikorupsi dalam setiap kinerja kelembagaan. Ia juga menekankan pentingnya kepekaan dalam membedakan tindakan yang sesuai dan tidak sesuai dengan nilai antikorupsi. “Seluruh jajaran KPU wajib memahami apa saja yang boleh dan tidak boleh saat sedang memiliki jabatan strategis,” tandasnya.
Menurut Afifuddin, KPU terus melakukan langkah preventif untuk mencegah tindak korupsi, salah satunya melalui penerapan sistem informasi dan teknologi yang membatasi ruang penyalahgunaan wewenang. Ia menambahkan, korupsi membawa dampak destruktif bagi negara sehingga membutuhkan langkah pencegahan dan penanggulangan yang tepat.
Sejalan dengan itu, Anggota KPU RI Divisi Hukum dan Pengawasan Iffa Rosita menyampaikan bahwa mewujudkan budaya antikorupsi menjadi perhatian utama di lingkungan KPU. “Menciptakan budaya antikorupsi merupakan komitmen yang terus dijaga, salah satunya melalui sosialisasi ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, KPU tengah menyusun Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk memetakan risiko korupsi. Selain itu di luar masa tahapan Iffa mengatakan bahwa KPU berfokus pada pengembangan kompetensi kinerja jajarannya. “Sosialisasi ini juga menjadi bentuk peningkatan kinerja kelembagaan guna memperkuat kepercayaan publik,” kata Iffa.
Integritas Menjadi Hulu
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana yang menjadi narasumber dalam kegiatan itu menjelaskan bahwa tantangan korupsi di Indonesia dapat diatasi melalui etika dan integritas. “Membangun sumber daya manusia yang berintegritas menjadi kunci untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang bebas dari praktik korupsi,” terang Wawan.
Ia menyebut, berbagai indikator menunjukkan integritas nasional masih rentan, sementara korupsi tetap menjadi ancaman serius bagi tata kelola pemerintahan. “Indeks Integritas Nasional 2024 yang dirilis KPK hanya berada pada angka 71,53 dari 100, menandakan integritas lembaga belum sepenuhnya kuat,” ungkapnya.
Meski demikian, Wawan mengungkapkan bahwa KPU mencatat nilai lebih tinggi yakni 74,4, dibanding rata-rata nasional. Ia juga memaparkan nilai-nilai antikorupsi serta berbagai perilaku yang termasuk dalam kategori korupsi. Menurutnya, budaya antikorupsi hanya dapat tumbuh dari kinerja yang berintegritas, terutama jika diteladani oleh para pemimpin lembaga, sehingga dapat berdampak hingga ke jajaran paling bawah. (kpujepara)