
Pembelajar Demokrasi Akan Bersentuhan dengan Dinamika Media Sosial
Kab-jepara.kpu.go.id – Anindia, siswi SMA Negeri 1 Nalumsari Kabupaten Jepara menyadari kehidupan generasi Z (lahir antara tahun 1997 sampai dengan 2012) sangat dekat dengan handphone dan terkoneksi internet. Sikap-sikap dan pilihan hidupnya sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya yang mereka alami dengan perangkat teknologi informasi tersebut. Bagi seorang pembelajar demokrasi, kata dia, dinamika di media sosial akan memberikan warna pada sikap generasi ini.
Anindia mengungkapkan hal itu, Senin (27/9), di tengah ratusan rekan-rekannya yang mengikuti kegiatan Suara Demokrasi bersama KPU Kabupaten Jepara di area terbuka lapangan futsal sekolah setempat. Kegiatan itu berlangsung di tengah tahapan kampanye pada pemilihan ketua OSIS SMA Negeri 1 Nalumsari berupa penyampaian visi dan misi para kandidat.
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Jepara Muhammadun menjadi narasumber kegiatan Suara Demokrasi tersebut. Acara dibuka Kepala SMA Negeri 1 Nalumsari Moh Solehudin.
Muhammadun sebelumnya memantik diskusi dengan mengenalkan KPU sebagai salah satu lembaga penyelenggara pemilu. Ia juga menyampaikan informasi-informasi terbaru di tengah tahapan Pemilu 2024, di antaranya tentang yang dilakukan KPU, partai politik calon peserta pemilu, serta masyarakat luas. Muhammadun juga menjelaskan tentang hak pilih, syarat memiliki hak pilih, dan hak-hak yang melekat pada yang punya hak pilih. Ia memberikan gambaran-gambaran sederhana dan menyandingkan dinamika dalam proses pemilu dan pemilihan ketua OSIS.
Di luar itu, Muhammadun juga menyampaikan beberapa hasil riset terkait aspirasi generasi milenial dan generasi Z pada 2022 terkait Pemilu 2024. Di antaranya tentang sikap generasi Z terhadap Pemilu 2024. Muhammadun sesekali melempar pertanyaan, khususunya informasi kepemiluan. Peserta yang menjawab dengan tepat, mendapatkan doorprize. Sebagian dari siswa memberikan respons berupa tanggapan dan juga pertanyaan. Salah satunya Anindia yang memiliki kekhawatiran terhadap dampak buruk media sosial bagi pembelajar demokrasi. “Para siswa ini masih belajar berdemokrasi, sedangkan pergaulannya sangat luas, melalui internet dan media sosial. Tentu ada dampak,” kata dia.
Ardiana, siswi lain berpendangan ada kecenderungan generasi Z masih menjaga jarak dengan dinamika politik. Meskipun ini bukan sesuatu yang mati. “Mungkin karena masih banyak para siswa yang belum banyak menjadikan isu politik sebagai salah satu referensi. Karena itu, menurut saya sangat penting memberikan pendidikan demokrasi, politik, dan juga tentang pemilu kepada para siswa dan dengan bahasa yang bisa mudah diterima,” kata Ardiana.
Sementara itu David Khalid, siswa lainnya mengungkapkan pengalamannya dalam menyerap informasi yang sebagian besar dari media sosial. Tentang jenis informasi yang dipilih, bisa bermacam-macam. “Soal informasi politik, terkadang mengaksesnya secara tak sengaja, atau saat dibutuhkan saja. Termasuk informasi tentang pemilu, masih perlu terus lebih didekatkan dengan para siswa. Nanti pada saat pemilu dan kami sudah punya hak pilih, informasi tentang pemilu sangat dibutuhkan,” kata David.
Para siswa yang mengikuti kegiatan Suara Demokrasi itu sebagian besar berusia 16 tahun, sehingga pada 14 Februari 2024, saat pemungutan suara sudah berusia lebih dari 17 tahun dan memiliki KTP elektronik, sehingga bisa memenuhi syarat bisa didata sebagai pemilih. (kpujepara)