Kab-jepara.kpu.go.id – KPU RI sudah merancang desain penyederhanaan surat suara yang akan digunakan untuk pemilu 2024. Untuk saat ini, KPU membutuhkan masukan dari banyak pihak untuk penyempurnaan sebelum ada keputusan final seperti apa surat suara yang akan digunakan pada pemilu 2024. Hal itu dikemukakan anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Putnawati saat menyampaikan materi Sosialisasi Rencana Penyederhanaan Surat Suara yang diikuti seluruh KPU kabupaten/kota se-Jawa Tengah, Jumat (27/8). Materi yang disampaikan Putnawati sepenuhnya mengacu pada materi yang disampaikan anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik. Materi ini adalah kali pertama disampaikan dalam forum yang melibatkan seluruh KPU kabupaten/kota di Jawa Tengah. Putnawati mengatakan surat suara merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan pemilu karena menjadi sarana ekspresi pemilih dalam menyalurkan hak politiknya. Selain ke KPU kabupaten/kota se-Jawa Tengah, rancangan desain surat suara ini juga akan disampaikan ke berbagai stakeholder di Jawa Tengah untuk mencari masukan-masukan yang bermanfaat. “Demikian halnya dengan KPU kabupaten/kota, perlu menyampaikan ke stakeholder di daerah masing-masing untuk mendapatkan masukan banyak pihak,” kata dia. Putnawati, mengutip dari materi paparkan Evi Novida Ginting Manik dari KPU RI mengungkapkan aspek-aspek yang menjadi pertimbangan penting dalam mendesain surat suara. Pertama, harus mempertimbangkan kemampuan pemilih dalam mengenali kandidat dan partai politik yang menjadi peserta pemilu. Ini penting agar pemilih dapat memberikan suara dengan benar dan sah. Kedua, mempertimbangkan akurasi dalam penghitungan suara. Ketiga terkait dengan sistem pemilu yang dijalankan. Dan keempat mempertimbangkan undang-undang atau peraturan yang berlaku. Dari pemilu ke pemilu di Indonesia, sejak 1955 hingga pemilu terakhir 2019 ada dinamika desain surat suara dan cara pemilih memberikan suara. Pada pemilu 1955 dilakukan dengan mencoblos dan atau menulis, pemilu 1971 (mencoblos), 1977, 1992, dan 1997 (mencoblos), 1999 (mencoblos), 2004 (mencoblos), 2009 (mencontreng). “Perubahan dari mencoblos ke mencontreng ini diwarnai dinamika tersendiri. Ada tantangan tersendiri,” ungkap Putnawati. Lalu pada pemilu 2014 kembali dengan mencoblos dengan beda waktu antara pemilu legislatif dengan pemilihan presiden-wakil presiden. Untuk pemilu 2019 mengacu pada UU No 7/2017 (masih berlaku sampai sekarang) pemungutan suara dilakukan dengan mencoblos. Berbeda dengan pemilu 2014, pemilu 2019 ini dilakukan secara serentak dalam satu waktu untuk lima jenis surat suara (surat suara pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota). Putnawati, masih mengacu pada materi dari anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik menyampaikan tiga rancangan desain surat suara. Pertama, model 1, yakni lima surat suara (surat suara pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota) dijadikan menjadi hanya satu surat suara. Dalam memberikan suara, pemilih menuliskan nomor urut calon pada kolom yang disediakan. Kedua, model 5, yakni memisah surat suara pemilihan DPD RI dengan surat suara pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPRD. Jadi ada dua surat suara. Cara memberikan suara adalah dengan mencoblos pada nomor urut, nama calon, dan tanda gambar parpol. Ketiga, model 6, yakni memisah surat suara pemilihan DPD RI dengan surat suara pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPRD. Sama dengan model 5 (ada dua surat suara), namun cara memberikan suara dengan mencontreng nomor urut dan tanda gambar parpol. Rancangan desain penyederhanaan surat suara untuk pemilu 2024 dan penjelasannya bisa dilihat di tautan ini: Desain penyederhanaan surat suara Catatan penting dalam mendesain rencana penyederhanaan surat suara terkait metode pemberian suara dengan cara menandai dan menuliskan perlu dilakukan perubahan undang-undang. Karena UU No 7/2017 tentang Pemilu yang sekarang berlaku menyebutkan cara pemberian suara adalah dengan mencoblos. Alasan Penyederhanaan Putnawati, masih mengutip materi dari Evi Novida Ginting Manik, menyampaikan beberapa alasan terkait rencana penyederhanaan surat suara. Di antaranya mengacu pada pemilu 2019, beban kerja Kelompok Kerja Pemungutan Suara (KPPS) sangat berat. Selain itu pada pemilu 2019, dengan mencoblos lima surat suara, banyak surat suara yang tak sah (mengacu pada infografis KPU RI yang dipublikasikan pada 21 Mei 2019). Sesuai infografis itu surat suara tak sah untuk pemilihan presiden-wakil presiden 2,37 persen, DPR RI (11,12 persen), dan DPD RI (19,02 persen). Selain itu juga pemilih kesulitan dalam memberikan suara. Karena banyaknya surat suara (lima surat suara) sehingga menyebabkan banyak yang tak sah. Dari sisi pemilih, pada 2019 sulit dan butuh waktu relatif lama untuk membuka, mencoblos, dan melipat serta memasukkan ke kotak suara. Butuh sekitar enam menit. Di luar itu rencana penyederhanaan surat suara juga dilatarbelakangi alasan efisiensi karena jumlah surat suara dan kotak suara menjadi lebih sedikit. (kpujepara)